ANTI CORRUPTION YOUTH CAMP 2016
-Energi Muda Desa Untuk Negeri-
(Penerbangan
menggunakan maskapai Lion Air)
Semuanya
berawal dari kenekatan. Mulai dari pengiriman naskah, bahkan ide yang saya tuliskan
pun bermula dari proses kenekatan saya terhadap sesuatu yang saya lihat dan
mengganggu pikiran saya tentang perilaku masyarakat zaman sekarang ini. Jika
bukan karena kenekatan, mungkin saya tidak akan pernah merasakan terbang di
atas awan. Namun, proses kenekatan itu pun mesti dibarengi dengan sebuah aksi.
Dalam kegiatan ini awalnya saya hanya didorong oleh salah satu kakak senior
saya (kak Adi Prasatyo) untuk mengikuti seleksi dengan membuat tulisan berupa
Esai yang mengangkat tema “Pemuda Sebagai Perubahan Sosial”. Saya ragu,
pasalnya kemampuan saya tentang menulis baru saya geluti semenjak duduk
dibangku perkuliahan. Tulisan esai saja baru saya kenal saat saya bergelut di
salah satu UKM di tempat saya belajar (UKM Belistra Untirta). Tapi, hal itu
rupanya tidak memadamkan semangat tempur saya, alhasil di saat terakhir
pendaftaran akhirnya saya pun mengajukan diri dan mengirimkan esai dengan judul
“Apa yang Kau Beri?”. Saya memasrahkan diri dengan hasil yang akan saya terima
nantinya. Karena, saya mengukur bahwa kemampuan diri saya dalam menulis masih
jauh dari kata baik dan masih banyak yang mesti diberbaiki sana sini. Saat saya
tahu, bahwa nama saya telah tercantum sebagai pendaftar seleksi ACYC 2016 yang
nantinya dilaksanakan di wilayah barat Indonesia – Sabang, saya pun tak
henti-hentinya mencari tahu seperti apa ACYC di tahun sebelumnya. Ternyata,
ACYC tersebut telah dilaksanakan sebanyak 2 kali, yaitu tahun 2012 – Bogor dan 2015
– Yogyakarta. Kegiatan tersebut rupanya sudah menginjak angkatan ketiga. Saat
saya berhasil mengunduh video ACYC 2015,
rupanya kegiatan tersebut menarik hati saya dan membuat saya kembali
optimis bahwa saya akan berhasil. ‘Semangat pemuda’, itulah yang coba diusung
dalam kegiatan tersebut. Proses seleksi membutuhkan waktu selama 3 hari,
membuat saya semakin gemetar menunggu hasilnya. Tak pernah lupa sedikit pun
saya selipkan doa untuk keberhasilan saya dan ketiga teman saya lainnya dalam
keikutsertaan kegiatan tersebut.
Jengjenggggggg
..... Pengumuman tiba !!!
Saat
itu, saya dan kedua teman saya berada di tempat yang sama. Lalu, kak Adi
mengirimkan pesan kepada kami untuk segera membuka laman surel. Teman saya yang
pertama (Achmad Ramadhan) telah membuka laman tersebut namun sayangnya ia tidak
menemukan pesan keberhasilan itu. Wahhhh, saya semakin gemetar saat itu. Takut,
kegagalan akan berpihak kepada saya. Dengan wajah sumringah, saya sudah melihat
surel yang dikirimkan oleh pihak penyelenggara di dalam kotak masuk tanpa
membuka seutuhnya berita tersebut. Dengan hati yang kuat, saya pun akhirnya
membuka pesan tersebut yang berisikan pernyataan LOLOS SELEKSI. Luar biasa
senangnya perasaan saya saat itu, kebahagiaan saya rupanya mengalir pada teman
saya yang kedua (Mustika Sari). Jadilah hanya kami bertiga yang berlanjut
mengikuti kegiatan ACYC 2016 yang bertempat di Sabang. Waktu yang diberikan
dari proses pengumuman ke pemberangkatan sekitar seminggu. Pihak penyelenggaran
mulai mengirimkan e-ticket kepada
peserta serta apa saja yang mesti dibawa untuk perlengkapan kami di sana yang
akan memakan waktu selama 2 minggu (17-30 Oktober 2016). Karena, saya masih
mengikuti perkuliahan alias mahasiswa di Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
Jurusan Pendidikan Bahasa Indonesia, pun mulai mengurusi surat perizinan untuk
dispensasi perkuliahan kepada doses-dosen pengampu setiap mata kuliah yang saya
jalankan di semester lima.
***
Hari
Pemberangkatan (16 Oktober 2016, Pukul 21.22)
Pesawat kami dijadwalkan tanggal 17 Oktober 2016 pukul
05.00 WIB. Karena kami takut mengalami hal-hal yang tak diinginkan seperti
tertinggal, untuk itulah kami datang lebih lebih lebih awal. Awalnya kami
merencanakan untuk menggunakan bus Damri menuju Bandara Soekarno-Hatta, akan
tetapi rupanya kami sudah melewati waktu bus Damri bekerja. Alhasil, untuk
mengejar ketertinggalan tersebut kami menggunakan transportasi lain yaitu
Taksi. Awalnya sopir taksi tak mau mengantarkan kami, karena jarak yang terlalu
jauh. Tetap saja, yang namanya rezeki mesti diambil. Berangkatlah kami dengan
menggunakan taksi dan tiba di Bandara Soekarno-Hatta sekitar pukul 23.00 WIB.
Sebelum Pemberangkatan menuju Bandara
(Kak Adi, Mustika, Dela *saya)
Kami perwakilan dari provinsi Banten.
Namun bukan hanya kami bertiga saja, ada tiga orang lainnya yang nanti akan
kami temui di Bandara. Total dari keseluruhan yang mewakili provinsi Banten
dalam kegiatan ACYC 2016 berjumlah 6 orang yang berasal dari 4 komunitas, yaitu
Kubah Budaya (Adi Prasatyo, Mustika Sari, dan Dela Aulia), Rumah Dunia (M. Arip
Baehaqi), Bahasa Jawa Serang (Imam Munandar), dan Nalar (M. Fariz Fadillah).
(Foto diambil sesaat sebelum
pemberangkatan menuju Banda Aceh)
(Tiket yang membuat saya gemetar)
Perjalanan
kami tidak langsung sampai di tempat tujuan. Ada banyak rute yang mesti kami
lalui untuk sampai di dermaga ACYC 2016. Pertama, kami masuk pesawat pukul
05.00 dengan maskapai Lion Air kemudian perjalanan ditempuh sekitar 3-4 menuju
Medan. Di Medan kami harus menaiki pesawat yang berbeda namun masih dengan
maskapai yang sama, lalu kami pun melanjutkan perjalanan dengan jarak tempuh
yang lebih singkat dari sebelumnya yaitu sekitar 45 menit menuju tempat
pemberhentian terakhir. Sampailah kami di Bandara Sultan Iskandar Muda pukul
09.24. Kedatangan kami disambut dengan rinai hujan penuh kegembiraan.
Bukan
hanya kami berenam saja yang telah tiba, peserta dari tiap-tiap provinsi yang
dinyatakan lolos seleksi pun sudah hadir di tempat yang sama. Kami saling tegur
sapa sesekali tersenyum tanda keramahan kami. Saya sudah tahu, bahwa Aceh akan
diguyur hujan, karena sebelumnya saya sudah mencari tahu terlebih dahulu
tentang cuaca yang akan melanda Aceh. Benar saja, saat saya selesai mengambil
koper yang saya masukkan ke dalam bagasi. Hujan deras sudah mulai terdengar dan
terlihat di balik orang-orang yang memegang tulisan untuk tamu kedatangan.
Setelah
turun dari penerbangan, ternyata perjalanan pun belum usai. Kami semua mesti
menunggu datangnya mobil yang menjemput kami. Saat kami semua masih dalam
keadaan menunggu, saya pun iseng menelusuri toilet yang ada di bandara. Karena
ini kali pertama saya pergi jauh dan memakai jasa penerbangan, tidak salah
bukan untuk saya bersikap sedikit katro.
Pandangan saya dikejutkan oleh simbol toilet yang menandakan perempuan dan
laki-laki. Ternyata di depan dinding sebelum seseorang memasuki toilet,
diberitahukan dengan simbol man dan women. Man dan women sudah biasa
saya temuin pada setiap toilet, tetapi simbolnya itu loh yang membuat saya kagum dan bangga banget. Simbol tersebut
mengenakan pakaian adat Aceh, keren banget kan. Baru kali ini saya lihat, tapi
sayangnya saya tidak menemukan foto hasil jepretan saya. Jadi, saya tidak bisa
menunjukkannya, mungkin tak sengaja terhapus oleh saya gegara memori yang sudah
terlanjur penuh. Mungkin lain waktu jika ada kesempatan akan saya tunjukkan
bahwa hal seperti itu benar-benar ada.
***
Pukul
10.55 kami pun tiba di Sekolah Anti Korupsi Aceh disingkat SAKA. Di sana kami
harus menunggu peserta lainnya yang belum datang. Banyak berbagai macam lukisan
di dinding sekolah. Saya tak melewatkan kesempatan yang belum pernah saya
dapatkan sebelumnya, selagi berfoto sesekali saya pun berkenalan dan
memperkenalkan diri kepada kawan-kawan baru dari segala penjuru. Foto tersebut
diabadikan seperti berikut:
Setelah
cukup puas dengan hasil jepret dan perkenalannya, rasa lapar yang saya rasakan
rupanya menular kepada kawan-kawan yang lain. Beruntungnya, di dekat SAKA ada
bilik besar yang menjual penganan. Kami pun langsung memesan penganan khas kota
Aceh, apalagi kalau bukan Mi Aceh. Satu piring saya pesankan dengan rasa yang
tidak terlalu pedas untuk nantinya saya makan dengan teman saya alias sepiring
berdua. Kawan-kawan yang lain pun memesan menu yang sama. Seperti inilah
kebahagian kami sebelum pesanan kami diantarkan.
(warung
makan dekat SAKA)
Saat
itu cuaca di sana masih diguyur hujan, tetapi rasa lapar rupanya tidak
menyurutkan niat kami untuk sesegera mungkin menyudahi lapar kami dan sekaligus
menjadi ajang kami untuk saling tukar pikiran bukan tukar pacar. Hehehe
Mobil
yang mengantarkan kami sebenarnya mengalami insiden yang mengkhawatirkan. Ban
mobil bagian depan dan belakang sebelah kanan terperosok hingga menyentuh
rumputan di sebelahnya. Jaraknya lumayan tinggi dari jalur aspal. Berkali-kali
mobil dijalankan sesekali didorong oleh kawan-kawan ACYC, namun hasilnya tetap
nihil. Maka dari itu, diungsikanlah kami dengan mobil yang lain (saya lupa
mobil apa namanya, maaf ya) menuju ke tempat berikutnya, Pelabuhan Ulee Lheu.
Perjalanan
dari SAKA menuju pelabuhan sekitar sejam. Sesampainya di sana kami tak langsung
menyebrang. Saat itu masih ada kawan-kawan yang belum datang dan bergabung
bersama kami. Selagi menunggu, saya mencoba menyusuri sekitaran pelabuhan dan
mampir sebentar ke kamar kecil. Terlihat di dekat pintu masuk pengunjung ada
seorang ibu yang sedang tenang menganyam payung berwarna kuning seperti kunyit
sembari dihiasi manik-manik yang hampir ia selesaikan di seluruh permukaan atas
payung. Saya mencoba mendekatinya dan bertanya-tanya soal apa yang sedang
dibuatnya. Ia membertai saya, bahwa payung yang dijualnya itu biasa dipakai
untuk acara-acara pernikahan. Saya tak sempat untuk mengabadikan pengerjaannya,
karena saking saya menikmati pembicaraan kami waktu itu. Kisaran harga yang
ditawarnya sekitar Rp 170.000 (seingat saya segitu, maaf jika salah). Kami
bercerita cukup lama, hampir tak sadar bahwa barang bawaan kami sedang
dititipkan oleh seseorang.
Penyebrangan
ke Pulau Weh sementara ditunda, karena hujan dan angin kencang belum juga reda.
Tak ingat pukul berapanya, setelah kami selesai makan, ibadah, cuaca sudah
mulai reda, dan saling bertegur sapa dengan kawan yang sudah tiba, perjalanan
pun akhirnya berlanjut dengan menggunakan kapal cepat menuju Sabang. Dimasukkannyalah
koper-koper besar dan mencari kursi yang masih belum terisi. Saya memilih
tempat di lantai kedua, bukan karena apa-apa tapi memang sudah penuh jika saya
paksakan tetap berada di lantai satu. Lagi-lagi, ini kali pertama saya
menggunakan kapal cepat menuju wilayah yang pertama kali juga saya kunjungi.
Saat
kapal kami tiba di dermaga Sabang, angin kencang dan hujan mengguyur kami. Saya
langsung takjub melihat dan merasakan suasana setibanya di dermaga yang tak
terlalu besar itu. Terlihat bukit-bukit yang masih asri serta terlihat pula
aktivitas para warga selayaknya kota besar. Transportasi untuk kami rupanya
sudah disiapkan oleh panitia, saya melihat bahwa persiapan mereka memang sudah
terencana dan mempersiapkannya dengan benar-benar detail. Itulah kesan yang
saya rasakan, eitttss tunggu kesan berikutnya. Karena inikan baru awalan.
Kami
semua melewati perjalanan yang tak membosankan, mengapa? Itu loh, pemandangan
kanan dan kiri benar-benar indah banget. Tebing, bukit, lautan, serta pulau pun
dapat kami lihat dan nikmati. Kira-kira lewat waktu maghrib kami tiba di tempat
penginapan berbatasan denga pantai.
***
Para
peserta dibagi menjadi 4 orang untuk mengisi inapan-inapan yang sudah
disediakan. Peserta pun mulai mengambil kunci inapnya, saya kebagian di kamar
Sylva dengan tiga orang lainnya (Kak Cut Putri Ayasofia, Kak Sartika Dewi, dan
Farida Fitriana). Peserta ACYC pun mulai membenahi dan membersihkan diri dan
malam nanti akan berkumpul kembali.
Peserta
ACYC 2016 rupanya dibentuk menjadi 4 kelompok yang anggotanya bervariasi dari
berbagai daerah di Indonesia. Saya masuk ke dalam kelompok pertama, berikut ini
saya perkenalkan mereka-mereka yang menemani dan membagi ilmunya dengan saya.
(WEH:
Peserta bersama Fasilitator)
Beginilah
wajah kebersamaan kami. Yang di atas ini merupakan foto dihari keempat, foto
ini kami ambil sesaat setelah selesai melaksanakan rapat malam, sekitar pukul
00.00. mata kantuk rupanya tidak menghilangkan wajah ceria dan manis kami.
Setuju tidak? setuju saja ya.
Untuk
sekarang cukup dulu ya perkenalan awalnya, nanti akan saya lanjutkan lagi
cerita-cerita mengejutkan dan menarik lainnya. Trimongganase: Aceh (Terima
kasih)